Header

Senin, 25 Februari 2013

Yogyakarta Segera Punya Diorama Tugu Golong Gilig



Tugu Yogyakarta akan dilengkapi diorama untuk menjelaskan sejarah asal usul tugu yang menjadi ikon kota setempat. Kepala Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, GBPH Yudhaningrat, mengatakan, diorama mulai dibangun di sebelah tenggara Tugu Yogyakarta pada 2014. 

»Diorama akan menjadi pengingat bahwa di situ pernah dibuat Tugu Golong Gilig yang punya makna filosofis. Diorama ditargetkan selesai pada 2014," kata dia ditemui seusai jumpa pers peringatan SO 1 Maret di Balai Kota Yogyakarta, Jumat, 22 Februari 2013.

Pemerintah DIY akan menempatkan diorama pada lahan seluas 270 meter persegi. Melalui diorama itu, masyarakat lebih mudah memahami sejarah Tugu Yogyakarta. »Proses pembebasan lahan seluas 270 meter persegi segera berjalan. Lahan itu milik negara,” katanya.
Pemerintah DIY rencananya melibatkan sejumlah arkeolog dari Universitas Gadjah Mada dan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala untuk desain pembuatan diorama. Tinggi diorama rencananya dibuat kurang dari 25 meter. GBPH Yudhaningrat belum memerinci jumlah dana untuk pembuatan diorama. Dana bersumber dari APBD DIY. 

Ia juga mengatakan, Tugu Yogyakarta dahulu bentuknya tidak seperti sekarang. Bentuk tugu dahulu golong gilig. Badan tugu berbentuk silinder atau gilig. Sedangkan puncaknya berbentuk bulat seperti bola atau golong. Tingginya 25 meter dengan bahan semen dan batu bata. Tugu Golong Gilig memiliki makna filosofis, yakni bersatunya raja dengan rakyatnya atau manunggaling kawula gusti. 

DIY, kata dia, pernah memiliki kedekatan dengan pemerintah Belanda sehingga bentuk tugu berubah sehingga disebut Tugu Pal Putih. Tugu Pal Putih berupa segi empat dengan puncak mengerucut. Tugu Pal Putih saat ini telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. 

Dinas Perhubungan, kata dia, lalu menyarankan bentuk tugu dibuat bulat atau persegi. »Tujuannya agar bentuk pojokan tugu lebih sempit dan tidak mengganggu lalu lintas,” katanya.
Pemerintah DIY meresmikan revitalisasi tahap pertama Tugu Pal Putih, Selasa, 18 Desember 2012. Revitalisasi meliputi pembuatan pagar sebagai pengaman tugu. »Sudah ada pagar yang mengelilingi tugu agar tidak rusak karena coret-coretan,” kata dia.

Minggu, 24 Februari 2013

Cinta Kasih Seorang Ibu


Di sebuah senja kelabu di pinggiran kota kecil Taiwan, tampak seorang laki-laki sedang berjalan pulang ke rumah dari tempat kerjanya sebagai supir taksi. Tiba-tiba, perhatiannya tertuju pada gerakan rumput dan suara gemerisik di sela-sela bebatuan di tepi jalan.

Segera, dihampiri dengan perasaan sedikit was was. Seketika, matanya terbelalak kaget melihat bungkusan berisi bayi merah yang tergeletak di situ. Setelah melihat di sekeliling tempat itu yang tampak sepi-sepi saja, segera diangkat bungkusan bayi itu dengan hati-hati dan dengan tergopoh-gopoh dibawa pulang ke rumahnya.

Setelah terkaget-kaget mendengar cerita dan melihat temuan suaminya, si istri segera mengambil alih menggendong si bayi dengan perasaan sayang. Mereka adalah sepasang suami istri, yang telah lama mendambakan kehadiran anak di tengah keluarga. Bayi yang masih merah itu terasa seperti pemberian Yang Maha Kuasa kepada keluarga mereka.

Waktu terus berjalan. Selang kira-kira usia dua tahun, karena merasa ada yang janggal dengan kemampuan berbicara dan reaksi pendengarannya yang sangat lambat, kedua orangtua itu membawa anaknya ke rumah sakit. Kecurigaan mereka pun terjawab, anak tersebut memang cacat sejak lahir, yaitu bisu-tuli. Walaupun sempat terpukul sesaat, namun perasaan sayang yang telah terpupuk selama ini, membuat mereka memutuskan untuk tetap memelihara dan membesarkan si kecil yang sedang lucu-lucunya.

Tahun pun dengan cepat berganti. Walaupun cacat, si gadis kecil adalah anak yang cerdas dan mendapat pendidikan yang baik di sekolah luarbiasa hingga mampu lulus SMA. Setelah lulus, melalui tes dia diterima masuk untuk bidang seni di perguruan tinggi kota besar.

Perasaan gembira dan sedih pun silih berganti. Gembira karena diterimanya si anak ke universitas terkenal, sedih harus berpisah jauh dan dibutuhkan biaya yang besar untuk itu.

Demi mewujudkan impian anaknya, kedua orangtua itu bertekad untuk berhemat dan bekerja mati-matian. Sejak saat itu, si ayah bekerja sangat keras, hampir setiap hari pulang ke rumah hingga larut malam.

Namun…hidup memang sering tidak sesuai dengan rencana manusia. Di saat kuliah memasuki tahun ke-2, suatu malam si ayah pergi dan tidak pernah kembali. Taksi yang dikendarainya bertabrakan dan nyawanya tidak terselamatkan.

Si anak tahu, betapa berat beban biaya yang harus dipikul ibunya dan dia memutuskan untuk berhenti kuliah, pulang dan bekerja serta menemani ibunya di rumah.

Mengetahui itu, si ibu sangat tersentuh dengan pengertian anaknya. Tetapi, ia menegaskan, “Ibu tahu kesedihanmu, Nak. Ibu juga sangat kehilangan ayahmu. Tetapi kamu tidak boleh berhenti kuliah. Belajarlah yang benar! Selesaikan kuliahmu secepatnya dan ibu tunggu kepulanganmu dengan ijazah di tangan. Dan setiap bulan, ibu akan berusaha mengirimkan uang untuk biaya kuliahmu di sana.

Ingat, jangan berpikir pulang sebelum kuliahmu selesai. Jika kamu gagal, ibu dan ayahmu di alam sana pasti kecewa karena kerja keras dan pengorbanan kami selama ini akan sia-sia.”

Waktu terus berjalan. Selesai wisuda, dengan bangga dan kegembiraan yang meluap serta kerinduan yang sangat, si anak segera pulang ke desanya.

Setiba di rumah, dia mengetuk berulangkali pintu rumahnya yang tertutup rapat. Dan sungguh tidak pernah diduga sama sekali, pertemuan dengan tetangganya ternyata membuat hatinya lumpuh seketika.

“Nak, ibumu setahun lalu telah meningal dunia. Maafkan kami tidak memberitahu karena ibumu meminta kami bersumpah untuk merahasiakannya. Semua sisa uang tabungan ibumu dititipkan ke kami untuk dikirimkan kepadamu setiap bulan dan dia pun meminta kami membalaskan surat-suratmu. Masih ada satu rahasia besar yang sebenarnya ayah ibumu sembunyikan darimu. Bahwa kamu sesungguhnya bukan anak kandung mereka. Walaupun kamu cacat dari bayi, mereka tidak peduli. Mereka tetap menyayangimu melebihi anak kandung sendiri.”

Mendengar semua cerita tentang dirinya, duka yang mendalam tidak mampu diwujudkan dalam teriakan histeris. Hanya derasnya airmata yang mengalir tak terbendung.

Di depan makam kedua orangtuanya, sambil bersimbah air mata, si gadis bersujud dan mendoakan kebahagiaan orangtuanya. Dan, demi mengenang dan mencurahkan rasa syukur yang besar atas kasih sayang dan pengorbanan kedua orangtuanya lahirlah sebuah puisi yang sangat menyentuh, berjudul “Gan En De Xin”.